
Asal Usul Nama Indonesia
Konten ini membahas perjalanan panjang lahirnya nama Indonesia sebagai identitas bangsa. Mulai dari istilah “Nusantara” pada masa kerajaan, penyebutan “Hindia Belanda” di era kolonial, hingga munculnya istilah Indonesia yang dipopulerkan oleh para cendekiawan dan pergerakan nasional pada awal abad ke-20. Nama ini bukan sekadar sebutan geografis, tetapi juga simbol perjuangan, persatuan, dan kebangkitan bangsa menuju kemerdekaan. Dengan memahami asal-usulnya, kita dapat lebih menghargai arti penting nama Indonesia sebagai identitas nasional yang kita bawa hingga hari ini.
SEJARAH INDONESIA
Bayangkan berabad-abad lalu, sebelum kata “Indonesia” lahir, orang-orang di kepulauan ini menyebut tanah mereka dengan nama lain: Nusantara. Kata itu berasal dari bahasa Sanskerta, artinya “kepulauan seberang.” Pada masa kejayaan Majapahit, Nusantara dipakai untuk menyebut daerah-daerah yang berada di luar wilayah inti kerajaan. Nama ini hidup dalam naskah-naskah kuno, menjadi sebutan luas untuk gugusan pulau-pulau di timur, barat, utara, dan selatan. Namun, meski indah, Nusantara tak pernah benar-benar menjadi nama resmi bagi seluruh negeri.
Lalu datanglah masa kolonialisme. Belanda menancapkan kekuasaannya dan memberi nama baru: Hindia Belanda. Nama itu dipakai di dokumen resmi, peta, hingga administrasi pemerintahan. Tapi, sebutan tersebut jelas berbau asing—lebih mencerminkan pandangan bangsa Eropa daripada jati diri penduduk aslinya. Mereka menyamakan kepulauan ini dengan India, karena rempah-rempah dan jalur dagang membuatnya dianggap bagian dari “dunia Hindia.”




Perjalanan nama “Indonesia” dimulai pada pertengahan abad ke-19. Seorang ilmuwan Inggris bernama George Samuel Windsor Earl bersama rekannya James Richardson Logan mencoba mencari istilah akademis untuk menyebut wilayah ini. Earl sempat mengusulkan dua pilihan: Indunesia dan Melayunesia. Logan memilih bentuk yang lebih sederhana, Indonesia, karena dianggap paling cocok mewakili identitas kepulauan luas ini




George Samuel Windsor Earl
James Richardson Logan


Titik balik datang pada Sumpah Pemuda 1928. Para pemuda dari berbagai daerah berkumpul, menegaskan persatuan: satu tanah air, satu bangsa, satu bahasa—Indonesia. Saat itulah nama Indonesia benar-benar melekat sebagai identitas bersama. Kata itu bukan lagi milik para akademisi, melainkan milik seluruh rakyat yang sedang berjuang merebut kemerdekaan.
Dan akhirnya, pada 17 Agustus 1945, kata itu diabadikan. Soekarno dan Hatta membacakan proklamasi kemerdekaan, memilih “Indonesia” sebagai nama negara baru. Dokumen konstitusi pertama pun menegaskannya. Sejak hari itu, dunia mengenal Indonesia bukan sekadar sebagai kepulauan, bukan lagi Hindia Belanda, tapi sebuah negara merdeka dengan identitas yang diperjuangkan lewat darah dan air mata.




Perjalanan nama ini panjang: dari Nusantara, menjadi Hindia Belanda, hingga akhirnya Indonesia. Setiap sebutan lahir dari konteks zamannya dan mencerminkan dinamika sejarah yang membentuk identitas bangsa hingga saat ini. Dengan memahaminya, kita bisa melihat bagaimana sebuah nama tidak hanya menjadi penanda geografis, tetapi juga bagian dari perjalanan sejarah yang terus berkembang.
Awalnya, istilah itu hanya bergaung di dunia akademik. Namun perlahan, kata “Indonesia” mulai meresap ke kalangan cendekiawan dan jurnalis. Di awal abad ke-20, tokoh pergerakan nasional seperti Ki Hajar Dewantara memperkenalkannya dalam tulisan-tulisannya. Organisasi perantauan di Belanda bahkan menamai diri mereka Perhimpunan Indonesia. Kata itu pun berubah menjadi simbol perjuangan—bukan sekadar istilah geografis.
Penulis
Andika Haritdzy Afda
-Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta